PENDIDIKAN KESABARAN DAN RENDAH HATI (Bagian 3, Habis)
Masa kecil DR Arun (cucu Mahatma Gandhi) hidup jauh dari perkotaan, tinggal di daerah perkebunan yang membosankan bersama keluarga dan saudara perempuannya. Ditambah lagi jarak antar tetangga juga sangat jauh dari rumahnya. Disaat suasana yang relatif mebosankan itu, Arun di ajak ayahnya untuk mengantarkannya dengan mobil mereka ke kota. Karena ayahnya akan menghadiri seminar (usia Arun saat itu sekitar 16 tahun). Tentu dengan jiwa mudanya dia merasa teramat senang atas kesempatan ini. Selain mengantar ayahnya tentu ia dapat berjalan-jalan berkeliling melihat suasana kota.
Setelah ayahnya diantar ke gedung seminar, serta ayahnya tak lupa berpesan agar sore nanti sekitar jam 17 dijemput, dan kalau sempat mobil mereka di periksa di bengkel langganan mereka.
Arun berkeliling kota melihat suasana kota serta membeli beberapa barang pesanan ibunya. Kala melewati gedung bioskop Arun tergoda untuk nonton yang kebetulan bintang filmnya adalah bintang favoritnya. Karena ke asyikan nonton Arun lupa waktu dengan janjinya untuk menjemput ayahnya. Pikirannya berkecamuk dan ia segera memacu kendaraannya untuk menjemput ayahnya yang sudah barang tentu telah lama berdiri di depan gedung untuk menunggunya.
“Kau dari mana anakku” sapa ayahnya, Arun tidak berani menatap ayahnya dan dia tidak cukup punya keberanian untuk menceritakan bahwa dia sebenarnya habis menonton sebuah film. Akhirnya ia mengatakan “Saya dari bengkel ayah, dan harus menunggu agak lama untuk perbaikan mobil kita”jawab Arun.
Wajah ayahnya berubah keruh dan menatap Arun sambil berkata. “Wahai anakku berarti ada yang salah dengan cara mendidikmu, sehingga engkau tidak berani untuk menyampaikan hal sebenarnya”. “Ayah telah salah mendidikmu, ayah telah gagal mengajarimu untuk berkata jujur dan benar wahai anakku”. Dan Arun kini tahu bahwa ayahnya telah menelepon bengkel dan tahu Arun tidak kesana.
“Pasti ada yg salah dengan didikanku, dan sebagai hukumannya biarlah ayah berjalan kaki pulang kerumah” dengan perasaan duka yg dalam dan kesedihannya ayah Arun berjalan kaki pulang kerumahnya. Arun mengikuti ayahnya dari belakang menyetir mobilnya dengan sangat perlahan.
Penyesalan dan kesedihan yg mendalam di dalam dada Arun melihat ayahnya menghukum dirinya sendiri yang berjalan kaki pulang disepanjang jalan berdebu selama lebih dari 5 jam sungguh menyiksa perasaan Arun. Sehingga Arun berikrar mulai saat itu tidak akan pernah bohong lagi sepanjang hidupnya kepada siapapun. DR Arun mengatakan, andai ayahku menghukumku dengan cara yg lazim mungkin saja suatu saat akan melakukan kebohongan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar