Jumat, 28 Juni 2019

TRAGEDY Basrah

TRAGEDI BASRAH
Ali bin Abu Talib, sahabat/menantu rasulullah yang memiliki banyak kelebihan antara lain; wali rasulullah, pemimpin dunia akhirat, pintu kota ilmu (dimana Rasulullah bagaikan kota ilmu), dijamin memasuki surga, dan sederet gelar lainnya.
Demikan juga Aisyah binti Abu Bakar, yang memiliki gelar Ummul Mukminin istri tercinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Istri rasulullah di dunia dan di akhirat, meriwayatkan ribuan hadist Imam buchari Muslim, juga keutamaan Aisyah yang disejajarkan dengan Maryam binti Imron dan Asiyah istri Fir’aun, bahkan rasulullah meninggal dipangkuannya, dijamin masuk surga, dan sederet keutamaan lainnya.
Kisah ini bermula dari terbunuhnya Usman bin Affan akibat ulah pemberontak di Basrah dan Kufah yang menyerang Madinah. Ali yang demikian membela Usman bin Affan, turut dikepung, bahkan beliau kesulitan memakamkan Usman, hingga akhirnya Jenazah Amirul Mukminin Usman bin Affan dikebumikan tengah malam yang gelap secara diam-diam dan dihadiri oleh sedikit orang.
Kejadian ini terjadi saat bulan suci, ketika Aisyah umul mukminin sedang memimpin jamaah haji dari Madinah. Beliau diliputi kemarahan dan kesedihan atas kematian Usman. Pengganti khalifah selanjutnya terpilih Ali. Aisyah kemudian kembali lagi ke Mekah menghindari fitnah yang ada.
Atas usul Talhah dan Jubair Aisyah berangkat menuju Basrah, dengan tujuan mengajak orang-orang untuk menuntut pembunuh Usman. Walau sebenarnya ada yg menasihatinya untuk tidak melakukan itu, yakni Mugirah bin Syu’bah. Bahkan setelah sampai di suatu daerah namanya Hau’ab. Aisyah sebenarnya ingin kembali Namun Abdullah bin Zubair behasil mebujuknya untuk meneruskan perjalanan. Di Basrah Aisyah mendapat perlawanan dari Gubernur Basrah yang tidak mengizinkannya masuk kota.
Sementara itu, Di Iraq Imam Ali mendapat perlawanan dari Muawiyah gubernur Syam yang tak mau membaiatnya dengan alasan sebelum menangkap pembunuh Usman ia (Muawiyah) tak akan membaiatnya, namun di Basrah perang saudara hampir meledak maka Imam Ali menunda berangkat menuju Muawiyah di Syam (suriah) dan pergi ke Basrah. 
Saat Aisyah Umulmukminin masih berpidato,  meledak perkelahian dan berujung perang, yang hanya disebabkan perang mulut antara kubu Aisyah dengan kubu Basrah. Dan Aisiyah berhasil mendamaikannya dengan dibuatnya gencatan senjata antar dua kubu ini. Permasalah ini ternyata tidak selesai, karena beredar kabar yang tidak jelas dari mana sumbernya yang menyatakan: “kalau kita menunggu sampai Ali datang, ia akan menghukum kita!”. Pertempuranpun kembali lagi terjadi sehingga  makin banyak korban kedua belah pihak yang berjatuhan. Gubernur Basrah terdesak dan tertangkap, Hakim bin Jabalah dan pengikut-pengikutnya terbunuh dan akhirnya Basrah dikuasai kubu Aisyah.
Segera Ali sampai di Basrah dengan banyak pasukan dengan tujuan untuk menenang penduduk Basrah serta berencana untuk berdamai dengan Aisyah, Imam Ali berkata pada pengikutnya bahwa disana kita tidak boleh berperang, jika mereka tidak mau mengikuti kita maka sebaiknya kita pulang agar tak terjadi pertumpahan darah. Dan sebenarnya keduanya (Ali dan Aisyah) tidak ada niatan untuk berperang.
Berawal dari dengan terbunuhnya Zubair (Sahabat Nabi) di Wadi Suba’, tanpa diketahui siapa pembunuhnya. Ali mendatangi tempat tersebut, dan memperlihatkan kesedihan yg luar biasa. Ali mengambil pedang Zubair dan berkata “pedang yang selalu menjauhkan bencana dari Rasulullah”. Setelah itu perangpun pecah, karena    Talhah mulai mengerahkan pasukan dan terus menerus melawan pasukan Ali.
Sungguh sejarah yang sangat memilukan melihat keluarga Rasulullah berperang, yang benayak menumpahkan darah dan nyawa muslimin. Sungguh keterlibatan Aisyah dan Ali dalam peristiwa tersebut membawa bencana bagi umat  Islam.
pembangkangan Muawiyah terus berlanjut yang berujung Tahkim (perundingan) dan berakhir dengan kekalahan Ali yang menyerahkan kekuasaan ke khalifahan kepada Muawiyah dan tamatlah riwayat Kulafaur Rusyiddin .
Ali dan Aisyah adalah orang yang mulia dan sulit dicari tandingannya, ternyata bisa juga membuat kesalahan. Apalagi kita yg ilmunya sangat jauh dari mereka.
Kita perlu berkaca dari peristiwa ini. Karena sungguh terbukti kebenaran itu mutlak milik Allah, dan yang salah mutlak milik makhluknya (tidak boleh ada yang memonopoli kebenaran hakiki).
Semoga bermanfaat untukku. Pekayon, 30 Jan 17

Tidak ada komentar: